Kamis, 17 Januari 2013

Warok Ponorogo


Reog adalah salah satu kesenian budaya yang berasal dari Jawa Timur, dan Ponorogo dianggap sebagai kota asal Reog yang sebenarnya. Gerbang kota Ponorogo dihiasi oleh sosok warok dan jathilan yang dulunya merupakan gemblak, dua sosok yang ikut tampil pada saat Reog dipertunjukkan. Reog adalah salah satu bukti budaya daerah di Indonesia. Banyak hal yang terkesan mistis dibalik kesenian Reog Ponorogo. Reog mempertontonkan keperkasaan pembarong dalam mengangkat dadak merak seberat sekitar 50-80 kilogram dengan kekuatan gigitan gigi sepanjang pertunjukan berlangsung.

Instrumen pengiringnya, kempul, ketuk, kenong, genggam, ketipung, angklung dan terutama salompret, menyuarakan nada slendro dan pelog yang memunculkan atmosfer mistis, unik, eksotis serta membangkitkan semangat. Satu group Reog biasanya terdiri dari seorang warok tua, sejumlah warok muda, pembarong, penari bujang ganong, jathilan, dan Prabu Kelono Sewandono. Jumlah kelompok reog berkisar antara 20 hingga 30-an orang, peran utama berada pada tangan warok dan pembarongnya. (Ari Saksono)

Kesenian ini banyak mengandung nilai mistis. Warok misalnya, adalah tokoh sentral dalam kesenian ini yang hingga kini menyimpan banyak hal yang cukup kontroversial. Tidak sedikit orang yang menganggap profil warok telah menimbulkan citra kurang baik dalam kesenian ini. 




Syarat untuk menjadi warok
Warok adalah orang yang mempunyai tekad suci, siap memberikan tuntunan dan perlindungan tanpa pamrih. Warok berasal dari kata wewarah. Artinya, seseorang menjadi warok karena mampu memberi petunjuk atau pengajaran kepada orang lain tentang hidup yang baik. Warok adalah orang yang sudah sempurna dalam laku hidupnya, dan sampai pada pengendapan batin. (Http:/ariesaksono.wordpress.com.)

Warok merupakan  pasukan yang bersandar pada kebenaran dalam pertarungan jahat dalam kesenian Reog. Warok tua adalah tokoh pengayom, sedangkan warok muda adalah warok yang masih dalam taraf menuntut ilmu. Hingga saat ini, warok dipersepsikan sebagai tokoh yang pemerannya harus memiliki kekuatan gaib tertentu. Bahkan tidak sedikit cerita buruk seputar kehidupan warok. Syarat untuk menjadi warok yaitu warok harus menguasai apa yang disebut Reh Kamusankan Sejati atau jalan kemanusiaan yang sejati. (Ernanda Pramiyozi)

Warok harus memiliki kesaktian. Kesaktian itu diperoleh dari pusaka yang dimilikinya ataupun pada saat calon warok  ditempa dengan berbagai ilmu kanuragan dan ilmu kebatinan. Ilmu kanuragan itu diperlukan sebagai bentuk pertahanan fisik terhadap ancaman atau bahaya dari luar diri warok. Setelah dinyatakan menguasai ilmu tersebut, ia lalu dikukuhkan menjadi seorang warok sejati. Ia memperoleh senjata yang disebut kolor wasiat, serupa tali panjang berwarna putih, senjata andalan para warok. Pusaka yang dimiliki warok merupakan turun temurun dari nenek moyang mereka. Ada juga yang memperoleh pusaka tersebut melalui bertapa dahulu.

“ Warok harus bisa mengekang segala hawa nafsu, menahan lapar dan haus, juga tidak bersentuhan dengan perempuan. Warok juga harus  jujur, dan mempunyai gemblak.” (Soedarto)

Cara mempertahankan kesaktian warok
Dulunya, warok dikenal mempunyai banyak gemblak, yakni lelaki belasan tahun yang kadang lebih disayangi daripada istri dan anaknya. Memelihara gemblak, dengan tujuan untuk mempertahankan kesaktiannya. Apalagi ada kepercayaan kuat di kalangan warok, hubungan intim dengan perempuan bahkan dengan istri sendiri menyebabkan lunturnya kesaktian warok.

Warok harus melakukan kontrak dulu dengan orang tua gemblak. Dan biasanya para warok berpatungan untuk memiliki gemblak. Artinya, beberapa hari sekali seorang gemblak dipindahtangankan dari satu warok ke warok lain. Seorang warok bisa saja memiliki beberapa gemblak.

Memelihara gemblak merupakan tradisi dalam komunitas seniman reog. Jumlah gemblak yang dimiliki dan ketampanan seorang gemblak merupakan suatu kebanggaan warok. Bagi warok, hal tersebut wajar, bahkan hal tersebut juga diterima masyarakat. Gemblak bukan hanya dirawat dan disekolahkan oleh warok pemiliknya, tapi juga diajari sopan santun dalam bergaul dan juga diajari menari dan berlatih kesenian reog.



Para gemblak umumnya menyebut warok yang memelihara dengan panggilan Bapak. Gemblak sekaligus menjadi semacam asisten pribadi yang dibawa kemana mana. Kegiatan pasar atau undangan hajatan perkawinan merupakan saat untuk memamerkan gemblaknya kepada masyarakat dan warok yang lain. Bagi seorang warok , memiliki gemblak adalah simbol status. Banyak cara yang harus ditempuh untuk bisa mendapatkan gemblak idaman yang sudah diincarnya. Demi sebuah perhelatan, seorang warok bisa menyewa gemblak pujaan yang dimiliki warok lain selama beberapa jam, untuk dibawa dan dipamerkan selama hajatan tersebut. (Http:/penulis.bloggaul.com.)

Tidak mudah membayangkan apa yang terjadi dalam kehidupan gemblak. Mereka sangat dicemburui oleh warok pemiliknya, terutama jika mereka berjalan dan dilirik orang lain, maka warok pemiliknya akan mendatangi orang tersebut dan memarahinya.

Pandangan masyarakat Ponorogo tentang warok
Jaman yang terus berubah serta pemahamaan norma agama membuat praktek warok dan gemblak hampir sulit ditemui lagi di kawasan Ponorogo. Hingga sekarang warok masih tetap ada, karena warok sekarang lebih diartikan sebagai seniman reog saja.

“Sebenarnya nama warok dapat diartikan 2, yakni warok’an dan warok itu sendiri. Warok’an itu orang yang mempunyai sifat sombong, nakal, sering bergonta-ganti perempuan, uang banyak dan sering pergi ke warung-warung mentraktir teman-temannya untuk memamerkan kekayaannya. Yang namanya warok’an itu tidak mempunyai kesaktian. Hanya kesombongan yang diunggulkan warok’an. Sedangkan warok itu mempunyai kesaktian, bersifat pendiam, tenang, dan tidak sombong. Setiap ada tantangan warok selalu siap kapanpun dan dimanapun tempatnya. Memang, seorang warok tidak mengenal dengan perempuan. Warok mempunyai gemblak-gemblak, tetapi hanya dengan itu, para warok dapat mempertahankan kesaktiannya. Dan dengan mempunyai gemblak, warok akan lebih disegani masyarakat.” (Soedarto)

Warok sejati pada masa sekarang hanya menjadi legenda yang tersisa. Beberapa kelompok warok di daerah-daerah tertentu masih ada yang memegang teguh budaya mereka dan masih dipandang sebagai seseorang yang dituakan dan disegani. (Http:/ariesaksono.wordpress.com)

Dilihat dari sisi agama, tradisi warok yang memelihara gemblak merupakan suatu kesalahan dan tidak dibenarkan. Namun, banyak yang menganggap hal tersebut sudah menjadi tradisi. Karena kedekatannya dengan dunia spiritual, sering membuat warok dimintai nasehatnya sebagai pegangan spiritual ataupun ketentraman hidup. Petuah dari seorang warok tua sebenarnya sudah sering didengar namun kata-kata dari mulutnya seolah-olah bertenaga. Saat ini pun para warok yang dulunya memelihara gemblak, sudah banyak yang menikah dengan perempuan dan mempunyai anak.

Sebegitu jauh persepsi buruk atas warok, diakui mulai dihilangkan. Upaya mengembalikan citra kesenian ini dilakukan secara perlahan-lahan. Dalam konteks ilmu sosial, perubahan tradisi warok tersebut termasuk dalam paradigma ilmu sosial non-positivis, tradisi tersebut mulai dihilangkan karena sangat bertolak belakang dengan ajaran agama. Profil warok saat ini mulai diarahkan kepada nilai kepemimpinan yang positif dan menjadi panutan masyarakat. Termasuk pula memelihara gemblak yang kini semakin luntur. Gemblak yang biasa  berperan sebagai penari jathilan, kini perannya digantikan oleh remaja putri. Padahal, dulu kesenian reog ini tampil tanpa seorang wanita pun.

Perubahan penari Jathil dari laki-laki ke perempuan ini berhubungan dengan semakin terkuburnya praktek gemblakan, yaitu ketika penonton lebih menggemari jathil perempuan daripada laki-laki. Namun lebih dari itu, apabila dilihat dari konteks politik yang berkembang pada saat itu, praktek gemblakan dianggap tidak sesuai dengan kepribadian bangsa atau tidak sejalan dengan kebudayaan Indonesia yang adiluhung, sehingga sosok perempuan sangatlah penting untuk menggantikan sosok homo yang pada saat itu menjadi sosok yang harus ditutup-tutupi. (Muhammad Zamzam Fauzannafi)


Kesimpulan
Warok, adalah tokoh sentral dalam kesenian ini yang hingga kini menyimpan banyak hal yang cukup  kontroversial. Tidak sedikit masyarakat yang menganggap profil warok telah menimbulkan citra kurang baik dalam kesenian ini. Untuk menjadi warok tidak mudah. Warok harus mempunyai kesaktian yang diperoleh dari pusaka ataupun yang diperoleh pada saat menuntut ilmu kanuragan dan kebatinan. Ilmu kanuragan itu diperlukan sebagai bentuk pertahanan fisik terhadap ancaman atau bahaya dari luar diri warok. Karena warok itu diibaratkan prajurit yang kapanpun dan dimanapun terjadi peperangan di daerahnya, warok harus selalu siap untuk berjuang menjaga daerahnya dan warok harus selalu siap untuk menerima tantangan. Warok juga harus menguasai apa yang disebut Reh Kamusankan Sejati yang artinya jalan kemanusiaan sejati. Warok juga harus menahan segala hawa nafsu, menahan lapar dan haus, juga menahan untuk tidak bersentuhan dengan perempuan.
Seorang warok juga harus mempunyai gemblak. Yaitu laki-laki belasan tahun yang tampan. Dan kadang-kadang lebih disayangi daripada istri dan anaknya. Bahkan ada kepercayaan dikalangan warok, jika melakukan hubungan intim dengan perempuan meskipun dengan istrinya sendiri akan menyebabkan lunturnya kesaktian warok. Gemblak, berfungsi untuk mempertahankan kesaktian warok. Seorang warok dapat memiliki satu, atau beberapa gemblak.
Dilihat dari nilai agama, tradisi warok yang memelihara gemblak merupakan suatu kesalahan yang besar. Namun menurut para komunitas warok, hal tersebut hanya merupakan tradisi dan hanya sebagai simbol status. Dan dengan itu, warok dapat mempertahankan kesaktiannya. Namun saat ini pemahaman terhadap norma agama yang semakin baik membuat praktek warok dan gemblak semakin sulit ditemui. Profil warok yang dulunya tidak baik, saat ini mulai diarahkan kepada hal-hal yang positif. Hingga saat ini, masyarakat menganggap warok sebagai orang yang dituakan atau disegani di daerahnya. Profil warok saat ini mulai diarahkan nilai kepemimpinan yang positif dan menjadi panutan masyarakat. Termasuk pula memelihara gemblak yang kini semakin luntur. 

Saran
Pemerintah Kabupaten Ponorogo dan masyarakat Ponorogo harus saling bekerjasama untuk lebih mengembangkan dan menjaga Kesenian Reog Ponorogo, karena Malaysia sudah mengklaim kebudayaan ini dan supaya anak muda di Ponorogo tidak melupakan kebudayaan di daerahnya sehingga kebudayaan  ini tidak hilang begitu saja.