Reog
adalah salah satu kesenian budaya yang berasal dari Jawa Timur, dan Ponorogo
dianggap sebagai kota asal Reog yang sebenarnya. Gerbang kota Ponorogo dihiasi
oleh sosok warok dan jathilan yang dulunya merupakan gemblak, dua sosok yang
ikut tampil pada saat Reog dipertunjukkan. Reog adalah salah satu bukti budaya
daerah di Indonesia. Banyak hal yang terkesan mistis dibalik kesenian Reog
Ponorogo. Reog mempertontonkan keperkasaan pembarong dalam mengangkat dadak merak
seberat sekitar 50-80 kilogram dengan kekuatan gigitan gigi sepanjang
pertunjukan berlangsung.
Instrumen
pengiringnya, kempul, ketuk, kenong, genggam, ketipung, angklung dan terutama
salompret, menyuarakan nada slendro dan pelog yang memunculkan atmosfer mistis,
unik, eksotis serta membangkitkan semangat. Satu group Reog biasanya terdiri
dari seorang warok tua, sejumlah warok muda, pembarong, penari bujang ganong, jathilan,
dan Prabu Kelono Sewandono. Jumlah kelompok reog berkisar antara 20 hingga
30-an orang, peran utama berada pada tangan warok dan pembarongnya. (Ari
Saksono)
Syarat untuk menjadi
warok
Warok
adalah orang yang mempunyai tekad suci, siap memberikan tuntunan dan
perlindungan tanpa pamrih. Warok berasal dari kata wewarah. Artinya, seseorang
menjadi warok karena mampu memberi petunjuk atau pengajaran kepada orang lain
tentang hidup yang baik. Warok adalah orang yang sudah sempurna dalam laku
hidupnya, dan sampai pada pengendapan batin. (Http:/ariesaksono.wordpress.com.)
Warok merupakan pasukan yang bersandar pada kebenaran dalam
pertarungan jahat dalam kesenian Reog. Warok tua adalah tokoh pengayom,
sedangkan warok muda adalah warok yang masih dalam taraf menuntut ilmu. Hingga
saat ini, warok dipersepsikan sebagai tokoh yang pemerannya harus memiliki
kekuatan gaib tertentu. Bahkan tidak sedikit cerita buruk seputar kehidupan
warok. Syarat untuk menjadi warok yaitu warok harus menguasai apa yang disebut Reh Kamusankan Sejati atau jalan
kemanusiaan yang sejati. (Ernanda Pramiyozi)
Warok
harus memiliki kesaktian. Kesaktian itu diperoleh dari pusaka yang dimilikinya
ataupun pada saat calon warok ditempa
dengan berbagai ilmu kanuragan dan ilmu kebatinan. Ilmu kanuragan itu
diperlukan sebagai bentuk pertahanan fisik terhadap ancaman atau bahaya dari
luar diri warok. Setelah dinyatakan menguasai ilmu tersebut, ia lalu dikukuhkan
menjadi seorang warok sejati. Ia memperoleh senjata yang disebut kolor wasiat,
serupa tali panjang berwarna putih, senjata andalan para warok. Pusaka yang
dimiliki warok merupakan turun temurun dari nenek moyang mereka. Ada juga yang
memperoleh pusaka tersebut melalui bertapa dahulu.
“
Warok harus bisa mengekang segala hawa nafsu, menahan lapar dan haus, juga
tidak bersentuhan dengan perempuan. Warok juga harus jujur, dan mempunyai gemblak.” (Soedarto)
Cara mempertahankan
kesaktian warok
Dulunya, warok dikenal mempunyai
banyak gemblak, yakni lelaki belasan tahun yang kadang lebih disayangi daripada
istri dan anaknya. Memelihara gemblak, dengan tujuan untuk mempertahankan
kesaktiannya. Apalagi ada kepercayaan kuat di kalangan warok, hubungan intim
dengan perempuan bahkan dengan istri sendiri menyebabkan lunturnya kesaktian
warok.
Warok harus melakukan kontrak dulu
dengan orang tua gemblak. Dan biasanya para warok berpatungan untuk memiliki
gemblak. Artinya, beberapa hari sekali seorang gemblak dipindahtangankan dari
satu warok ke warok lain. Seorang warok bisa saja memiliki beberapa gemblak.
Memelihara gemblak merupakan
tradisi dalam komunitas seniman reog. Jumlah gemblak yang dimiliki dan
ketampanan seorang gemblak merupakan suatu kebanggaan warok. Bagi warok, hal
tersebut wajar, bahkan hal tersebut juga diterima masyarakat. Gemblak bukan
hanya dirawat dan disekolahkan oleh warok pemiliknya, tapi juga diajari sopan
santun dalam bergaul dan juga diajari menari dan berlatih kesenian reog.
Para
gemblak umumnya menyebut warok yang memelihara dengan panggilan Bapak. Gemblak
sekaligus menjadi semacam asisten pribadi yang dibawa kemana mana. Kegiatan
pasar atau undangan hajatan perkawinan merupakan saat untuk memamerkan
gemblaknya kepada masyarakat dan warok yang lain. Bagi seorang warok , memiliki
gemblak adalah simbol status. Banyak cara yang harus ditempuh untuk bisa
mendapatkan gemblak idaman yang sudah diincarnya. Demi sebuah perhelatan,
seorang warok bisa menyewa gemblak pujaan yang dimiliki warok lain selama
beberapa jam, untuk dibawa dan dipamerkan selama hajatan tersebut. (Http:/penulis.bloggaul.com.)
Tidak
mudah membayangkan apa yang terjadi dalam kehidupan gemblak. Mereka sangat
dicemburui oleh warok pemiliknya, terutama jika mereka berjalan dan dilirik
orang lain, maka warok pemiliknya akan mendatangi orang tersebut dan
memarahinya.
Pandangan masyarakat
Ponorogo tentang warok
Jaman
yang terus berubah serta pemahamaan norma agama membuat praktek warok dan gemblak
hampir sulit ditemui lagi di kawasan Ponorogo. Hingga sekarang warok masih
tetap ada, karena warok sekarang lebih diartikan sebagai seniman reog saja.
“Sebenarnya nama warok dapat diartikan 2,
yakni warok’an dan warok itu sendiri. Warok’an itu orang yang mempunyai sifat
sombong, nakal, sering bergonta-ganti perempuan, uang banyak dan sering pergi
ke warung-warung mentraktir teman-temannya untuk memamerkan kekayaannya. Yang
namanya warok’an itu tidak mempunyai kesaktian. Hanya kesombongan yang
diunggulkan warok’an. Sedangkan warok itu mempunyai
kesaktian, bersifat pendiam, tenang, dan tidak sombong. Setiap ada tantangan
warok selalu siap kapanpun dan dimanapun tempatnya. Memang, seorang warok tidak
mengenal dengan perempuan. Warok mempunyai gemblak-gemblak, tetapi hanya dengan
itu, para warok dapat mempertahankan kesaktiannya. Dan dengan mempunyai
gemblak, warok akan lebih disegani masyarakat.” (Soedarto)
Warok
sejati pada masa sekarang hanya menjadi legenda yang tersisa. Beberapa kelompok
warok di daerah-daerah tertentu masih ada yang memegang teguh budaya mereka dan
masih dipandang sebagai seseorang yang dituakan dan disegani.
(Http:/ariesaksono.wordpress.com)
Dilihat
dari sisi agama, tradisi warok yang memelihara gemblak merupakan suatu
kesalahan dan tidak dibenarkan. Namun, banyak yang menganggap hal tersebut
sudah menjadi tradisi. Karena kedekatannya dengan dunia spiritual, sering
membuat warok dimintai nasehatnya sebagai pegangan spiritual ataupun
ketentraman hidup. Petuah dari seorang warok tua sebenarnya sudah sering
didengar namun kata-kata dari mulutnya seolah-olah bertenaga. Saat ini pun para
warok yang dulunya memelihara gemblak, sudah banyak yang menikah dengan
perempuan dan mempunyai anak.
Sebegitu
jauh persepsi buruk atas warok, diakui mulai dihilangkan. Upaya mengembalikan
citra kesenian ini dilakukan secara perlahan-lahan. Dalam konteks ilmu sosial,
perubahan tradisi warok tersebut termasuk dalam paradigma ilmu sosial
non-positivis, tradisi tersebut mulai dihilangkan karena sangat bertolak
belakang dengan ajaran agama. Profil warok saat ini mulai diarahkan kepada
nilai kepemimpinan yang positif dan menjadi panutan masyarakat. Termasuk pula
memelihara gemblak yang kini semakin luntur. Gemblak yang biasa berperan sebagai penari jathilan, kini
perannya digantikan oleh remaja putri. Padahal, dulu kesenian reog ini tampil
tanpa seorang wanita pun.
Perubahan
penari Jathil dari laki-laki ke perempuan ini berhubungan dengan semakin
terkuburnya praktek gemblakan, yaitu ketika penonton lebih menggemari jathil
perempuan daripada laki-laki. Namun lebih dari itu, apabila dilihat dari
konteks politik yang berkembang pada saat itu, praktek gemblakan dianggap tidak
sesuai dengan kepribadian bangsa atau tidak sejalan dengan kebudayaan Indonesia
yang adiluhung, sehingga sosok perempuan sangatlah penting untuk menggantikan
sosok homo yang pada saat itu menjadi sosok yang harus ditutup-tutupi.
(Muhammad Zamzam Fauzannafi)
Kesimpulan
Warok, adalah tokoh sentral dalam
kesenian ini yang hingga kini menyimpan banyak hal yang cukup kontroversial. Tidak sedikit masyarakat yang
menganggap profil warok telah menimbulkan citra kurang baik dalam kesenian ini.
Untuk menjadi warok tidak mudah. Warok harus mempunyai kesaktian yang diperoleh
dari pusaka ataupun yang diperoleh pada saat menuntut ilmu kanuragan dan
kebatinan. Ilmu kanuragan itu diperlukan sebagai bentuk pertahanan fisik
terhadap ancaman atau bahaya dari luar diri warok. Karena warok itu diibaratkan
prajurit yang kapanpun dan dimanapun terjadi peperangan di daerahnya, warok
harus selalu siap untuk berjuang menjaga daerahnya dan warok harus selalu siap
untuk menerima tantangan. Warok juga harus menguasai apa yang disebut Reh Kamusankan Sejati yang artinya jalan
kemanusiaan sejati. Warok juga harus menahan segala hawa nafsu, menahan lapar
dan haus, juga menahan untuk tidak bersentuhan dengan perempuan.
Seorang warok juga harus mempunyai
gemblak. Yaitu laki-laki belasan tahun yang tampan. Dan kadang-kadang lebih
disayangi daripada istri dan anaknya. Bahkan ada kepercayaan dikalangan warok,
jika melakukan hubungan intim dengan perempuan meskipun dengan istrinya sendiri
akan menyebabkan lunturnya kesaktian warok. Gemblak, berfungsi untuk
mempertahankan kesaktian warok. Seorang warok dapat memiliki satu, atau
beberapa gemblak.
Dilihat dari nilai agama, tradisi warok
yang memelihara gemblak merupakan suatu kesalahan yang besar. Namun menurut
para komunitas warok, hal tersebut hanya merupakan tradisi dan hanya sebagai
simbol status. Dan dengan itu, warok dapat mempertahankan kesaktiannya. Namun
saat ini pemahaman terhadap norma agama yang semakin baik membuat praktek warok
dan gemblak semakin sulit ditemui. Profil warok yang dulunya tidak baik, saat
ini mulai diarahkan kepada hal-hal yang positif. Hingga saat ini, masyarakat
menganggap warok sebagai orang yang dituakan atau disegani di daerahnya. Profil
warok saat ini mulai diarahkan nilai kepemimpinan yang positif dan menjadi
panutan masyarakat. Termasuk pula memelihara gemblak yang kini semakin luntur.
Saran
Pemerintah Kabupaten Ponorogo dan
masyarakat Ponorogo harus saling bekerjasama untuk lebih mengembangkan dan
menjaga Kesenian Reog Ponorogo, karena Malaysia sudah mengklaim kebudayaan ini
dan supaya anak muda di Ponorogo tidak melupakan kebudayaan di daerahnya
sehingga kebudayaan ini tidak hilang
begitu saja.